
Pati, JejakNusantara.net | Proyek perbaikan jalan di Desa Ketip kecamatan juwana menuai sorotan tajam. Warga mempertanyakan metode tambal sulam dengan menumpuk agregat atau batu krikil di atas aspal rusak, lalu langsung dicor.
Langkah ini dipertanyakan dari segi teknis maupun ekonomis. Dalam logika sederhana, menimbun batu di atas aspal rusak tanpa mengupas lapisan lama berpotensi membuat kerusakan terjebak di bawah permukaan baru. Hasilnya bisa cepat retak atau mengelupas—membuang anggaran sia-sia.
Pertanyaan Kritis Warga: Di mana Dasar Hukumnya?Seorang warga secara terbuka menagih jawaban Kepala Desa Ketip via WhatsApp:
“Kenapa harus dikasih agregat atau batu krikil, fungsinya apa? Existing di lapangan sudah ada aspal dengan kondisi rusak. Apakah memang harus begitu penanganannya – menambah agregat di atas aspal rusak lalu dicor? Dasar hukumnya apa? Mengacu ke spek apa? Bagaimana prinsip ekonomi, efektif, efisien?
”Tanya-jawab yang terekam malah memperlihatkan jawaban kepala desa terkesan menghindar dan tidak memberikan dasar teknis jelas.
“Reveling ah mas … ngecore sak duwure pondasi,” balas Kades Suyetno.
Saat dicecar tentang bagian mana yang di-leveling, ketebalan, dan lokasi:
“Cek lokasi karo keadaane… di RAB ada leveling.” “Biasane di koring kalau ada pemeriksaan.”“Iku lho kon ngecek bocaem seng durung tak garap… dari pada jelas no lewat WA…”Jawaban-jawaban ini dinilai kabur. Kepala desa lebih menyarankan “cek sendiri ke lokasi” daripada menjelaskan metode teknis dan dasar perencanaan.
Kecurigaan Pemborosan AnggaranWarga menduga metode ini tidak sesuai prinsip 3E – Ekonomis, Efektif, dan Efisien.
Biasanya, standar teknis jalan dari PUPR mengharuskan pemotongan (milling) pada aspal rusak berat sebelum perbaikan struktural. Menimbun batu di atas aspal rusak tanpa mengupas bisa dianggap menyalahi prinsip mutu konstruksi.
Tanpa kajian teknis, metode tambal sulam seperti itu hanya memindahkan masalah ke kemudian hari—jalan mungkin kembali rusak, sementara anggaran sudah habis.
Transparansi Dipertanyakan Warga menuntut Kepala Desa Ketip menunjukkan: Dokumen RAB, Gambar kerja, Spesifikasi teknis, dan justifikasi metode.
Selama ini, proyek yang dibiayai dana publik wajib transparan. Tidak cukup hanya menjawab “cek lokasi” tanpa membuka dokumen perencanaan.
Tuntutan Jawaban Resmi Hingga kini, jawaban rinci dan akuntabel dari Kepala Desa Ketip belum didapat. Polemik ini memicu desakan agar pemeriksaan teknis dan audit dilakukan. Warga tidak ingin proyek desa jadi lahan pemborosan yang membebani anggaran tanpa hasil berkualitas.(Tesan)